Indepth Interview Komoditas Kopi

Mobilizing Involvement and Investment of The Private Sector in Inclusive Food System to Support Implementing SDGs in Indonesia

Jember, (12/09/2019). Indonesia adalah salah satu negara produsen dan eksportir kopi paling besar di dunia. Iklim Indonesia terbukti ideal untuk produksi kopi dan karenanya perkebunan-perkebunan banyak didirikan di Jawa, Sumatra dan Sulawesi, dengan perkebunan kopi terbesar terdapat di Jawa Timur. Berkaitan dengan komoditas-komoditas perkebunan, kopi adalah penghasil devisa terbesar keempat untuk Indonesia setelah minyak sawit, karet dan kakao. Dimulai dari tahun 1960 an, Indonesia telah menunjukkan peningkatan yang kecil namun stabil dalam produksi kopi dunia. Pada saat ini, perkebunan kopi Indonesia mencakup total wilayah kira-kira 1,24 juta hektar, 75% didominasi perkebunan robusta dan sisanya arabika. Lebih dari 90% dari total perkebunan dibudidayakan oleh petani skala kecil dengan luas kebun relatif kecil dengan rata-rata 1-2 hektar. Berlawanan dengan Vietnam, Indonesia tidak memiliki perkebunan kopi dalam skala besar, oleh karena itu lebih banyak kesulitan untuk menjaga volume produksi dan kualitas yang stabil. Sehingga daya saing kopi Indonesia di pasar internasional kurang kuat dan perlahan tersusul oleh Vietnam. Selain itu Indonesia juga masih tertinggal dalam perkembangan teknologi budidaya dan pasca panen. Sehingga Indonesia kalah secara kuantitas dan kualitas di pasar internasional yang saat ini memiliki segmentasi dan persyaratan pasar yang beragam.

Salah satu wilayah dengan produksi dan riset Kopi yang sudah cukup maju adalah Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka), terletak di Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Puslitkoka merupakan lembaga BUMN dengan fokus riset dan pengembangan kopi dan kakao. Puslitkoka berdiri sejak 1912 dan sejauh ini telah berhasil mengembangkan berbagai jenis varietas kopi dan kakao unggulan. Beberapa varietas kopi unggul hasil riset Puslitkoka antara lain, Gayo 1, Gayo 2, Komasti, Andongsari, Hibiro, 795, AS2K, dll. Selain riset pengembangan varietas unggul, Puslitkoka juga melakukan riset berbasis GAP (Good Agricultural Practices) dan GHP (Good Handling Practices) untuk menghasilkan SOP budidaya dan pasca panen kopi yang dapat digunakan oleh petani agar memperoleh hasil panen yang optimal. Hasil riset berupa varietas unggul dan SOP telah Puslitkoka sebar ke berbagai wilayah di Indonesia sesuai dengan potensi daerah masing-masing. Tujuannya adalah peningkatan kualitas dan kuantitas kopi single variety di tiap daerah. Selain itu setiap varietas yang sudah dikembangkan dan diberdayakan oleh Puslitkoka diharapkan dapat menghasilkan kopi berkualitas specialty.

“Isu penting dalam komoditas kopi saat ini adalah maraknya permintaan kopi dari penikmat dan pecinta kopi ternyata mempengaruhi kegiatan produksi dari Puslitkoka. Sekarang ini penikmat dan pecinta kopi tidak hanya sekedar mencari kopi pahit atau asam saja. Jenis, asal dan proses pengolahannya pun permintaannya berbeda-beda. Sebagai contoh, penikmat kopi arabica tidak hanya sekedar asal menikmati kopi dengan rasa asam, tapi dia juga ingin tahu darimana kopi arabica tersebut berasal, kondisi geografis penanamannya serta proses pengolahannya,” jelas Ibu Faila – Tim Peneliti Sosial Ekonomi PUSLITKOKA.

Selanjutnya oleh Ibu Lia, yang mana juga salah satu Tim Peneliti Sosial Ekonomi PUSLITKOKA bahwa  semua hasil dari penelitian, budidaya, pasca panen dan pemasaran kopi dikemas menjadi satu dalam bentuk agrowisata kopi. Agrowisata kopi ini terletak di kantor pusat Puslitkoka di kab. Jember. Disini pengunjung bisa belajar tentang kopi mulai dari hulu sampai hilir serta bisa menikmati cita rasa kopi dari berbagai varietas yang sudah dikembangkan oleh Puslitkoka.