Pemkab Lembata Dukung Penuh Aksi Perubahan Iklim Berkeadilan Alexander P. Taum | Nusantara
/in Berita Media /by AdminPEMERINTAH Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, menyambut baik program amplifying voices for just climate action, untuk aksi perubahan iklim berkeadilan. Program tersebut akan dilaksanakan di wilayah kabupaten Lembata 2021 hingga 2025 mendatang.
Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday, sepakat untuk melaksanakan program memperkuat suara untuk aksi perubahan iklim berkeadilan di Lembata, dengan menandatangani berita acara sosialisasi program di ruang rapat Bupati, kemarin.
Program dengan fokus Memperkuat Suara tentang Aksi Iklim yang berkeadilan ini akan dilaksanakan LSM Yaspensel dan LSM Barakat.
Dalam aktivitasnya, Yaspensel tergabung dalam Koalisi Pangan BAIK bersama Yayasan Kehati, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), AYO Indonesia dan Ayu Tani.
Sedangkan Yayasan Barakat tergabung dalam Koalisi Adaptasi bersama sejumlah lembaga lain yang dipimpin oleh Pena Bulu Foundation.
Kedua koalisi menjalankan program dengan dukungan dana dari Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (HIVOS) Indonesia.
Mengatasi berbagai fenomena kerusakan lingkungan, Bupati Lembata Thomas Ola Langoday mengajak semua pihak untuk mengembangkan sikap dan perilaku ‘sare dame’.
Sikap dan tindakan untuk hidup selaras dan berdamai ini tidak hanya dengan sesama manusia, tetapi juga dengan Tuhan, leluhur dan juga alam. “Sare dame itu spirit untuk menjaga hidup selaras dengan semua unsur di sekitar kita. Jadi kita harus ‘sare dame’ dengan Tuhan, ‘sare dame’ dengan sesame manusia, dengan alam dan juga dengan leluhur. Saya baru kembali melakukan penanaman padi bersama petani sawah.
Saya minta kita harus hidup selaras dengan alam. Jangan gunakan banyak pupuk kimia karena nanti kita juga akan yang akan terima dampaknya jika alam rusak,” kata Bupati Thomas Ola, Rabu (8/12). Kepada Yaspensel dan Barakat, Bupati Thomas Ola menyatakan mendukung pelaksanaan program tersebut dengan menekankan spirit kerja kolaboratif dengan pemerintah daerah dan membangun keselarasan dengan alam Lembata. “Lembata punya sorgum, jagung dan kambing. Namun kita tak menjual itu.
Kita menjual branding. Bahwa yang baik, yang sehat itu datang dari Lembata. Healthy from the east. Jadi kami mendukung pelaksanaan program ini yang dilaksanakan Yaspensel dan Barakat. Namun harus mendukung mimpi besar ini. Itu berarti harus membangun kesadaran masyarakat untuk sare dame, bekerja selaras dengan alam,” tandas Thomas Ola. Direktur Yaspensel, Romo Benyamin Daud dalam sambutan mewakili kedua koalisi menyampaikan, Lembata adalah kabupaten serealia.
Kekayaan tanaman sumber pangan ini, menurut Romo Benya menjadi penopang keberagaman yang mendukung konsumsi dan pangan rumah tangga masyarakat. Dampak perubahan iklim perlu direspon dengan langkah adaptif termasuk mengembalikan kelestarian tanaman sumber pangan yang diyakini punya ketangguhan menghadapi perubahan iklim. “Kami dua lembaga ini, Yaspensel dan Barakat dengan niat tulus datang untuk bersama pemerintah bangun masyarakat. Pai taan tou. Kita bangun Lewotanah ini. Kita dikenal sebagai pulau serealia. Kita juga punya laut yang kaya. Namun kita mengalami perubahan.
Oleh karena itu, kita perlu berkolaborasi untuk pulihkan ini,” terang Romo Benya. Yayasan Barakat dari Koalisi Adaptasi akan memperkuat kapasitas masyarakat pada lima wilayah desa yang pernah mereka damping terkait Muro yakni Desa Tapobaran, Desa Dikesare di Kecamatan Lebatukan. Sedangkan di Kecamatan Ile Ape ada Desa Kolontobo dan di Ile Ape Timur ada Desa Lamawolo dan Desa Lamatokan. Muro adalah kearifan lokal masyarakat untuk menjaga konservasi kawasan teluk dan laut, yang sudah dipraktikan di kelima desa tersebut.
Yaspensel yang selama 7 tahun terakhir concern dalam urusan pengembangan pangan lokal, akan mengimplementasikan program di Desa Tapobali Kecamatan Wulandoni dan Kelurahan Lewoleba Selatan Kecamatan Nubatukan. Lembaga milik Keuskupan Larantuka ini akan melibatkan anak muda, perempuan dan kelompok rentan lain untuk memperkuat suara terkait perubahan iklim yang mungkin mereka sendiri atau keluarganya sering mengalami dalam kehidupan harian mereka.
Peresmian program ini dihadiri oleh perwakilan sejumlah organisasi pemerintah daerah yang punya relevansi program seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Dinas Lingkungan Hidup serta Dinas Perikanan.
Sejumlah lembaga lain yang selama ini sudah mengimplementasikan program adaptasi perubahan iklim juga hadir seperti Yayasan Plan International Indonesia, Humanity and Inclusion, Gempita Lembata, Kwartir Ranting Pramuka serta Forum Peduli Kesejahteraan DIfabel dan Keluarga (FPKDK). Selain itu, perwakilan pemerintah desa dan kelurahan sasaran program juga hadir.(OL-13).
Isu Perubahan Iklim Dalam RPD 2023-2026 Bersifat Wajib dan Mendesak
/in Berita Media /by AdminMESKI sering diterpa bencana akibat perubahan iklim, namun pemerintah Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, belum memiliki Dokumen kajian Resiko Bencana. Dokumen Kajian Resiko bencana Lembata sudah kadaluarsa karena dibuat tahun 2015.
Ironisnya, di dalam Rancangan Pembangunan jangka Menengah Daerah (RPJMD) tidak terlihat program pembangunan daerah yang bertujuan memitigasi dampak perubahan iklim serta rencana Kontignesi di lapangan jika sesewaktu bencana terjadi.
Dokumen Kajian Resiko bencana Lembata yang dikantongi Badan Penanggulangan Resiko Bencana (BPBD) Kabupaten Lembata, sudah kadaluarsa karena dibuat tahun 2015.
Dokumen tersebut penting menjadi acuan bagi satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) membuat Rencana strategis (Renstra), rencana kerja (renja) hingga Rencana Kerja Anggaran (RKA) untuk mengatasi dampak perubahan iklim yang terus terjadi bahkan telah memakan korban jiwa di Kabupaten Lembata.
Hal tersebut menyeruak dalam pertemuan terbatas antara Yayasan Barakat dan sejumlah aktifis lingkungan Lembata, dengan anggota DPRD, daerah pemilihan Ile Ape dan Lebatukan.
Melalui program “Amplifying Voices For Just Climate Action” yang didukung oleh HIVOS Indonesia, BARAKAT yang mewakili Koalisi Adaptasi Di Lembata, menggelar diskusi tentang penting dan mendesaknya isu perubahan iklim masuk dalam Rencana Pembangunan Daerah (RDP) 2023-2026.
Diskusi yang dipandu mantan anggota DPRD Lembata, Bediona Philipus di gelar di aula kantor Barakat, Sabtu, 26 februari 2022, dihadiri lima anggota DPRD Dapil dua serta aktivis lingkungan.
Andris Koban, Ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana Kabupaten Lembata menggambarkan, ancaman atau resiko bencana di Kabupaten Satu pulau itu sangat banyak.
“Kita semua harus memodifikasi diri karena terjadi perubahan iklim. Peningkatan tinggi muka laut di SGB bungsu, pesisir Barat Kota Lewoleba, menyebabkan pantai semakin jauh hingga 88 Meter, peningkatan emisi gas di Ile Ape, penataan daerah tangkapan air di Ile Ape dan Lebatukan, ancaman bencana vulkanis dengan munculnya 3 Buah Gunung api bawah laut, bencana non alam seperti hama dan penyakit. Semuanya butuh penanganan multypihak,” ujar Andris Koban.
Sementara itu, peneliti muda, Piter Pulang, menjelaskan pentingnya penyadartahuan isu perubahan iklim dan mitigasinya bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
“Ini Kelemahan SKPD kita. Namun peluang starting awal dalam RPD 2003-2006. Isu lingkungan dan kebencanaan alam harus masuk,” ujar Piter Pulang.
Sementara itu Direktur Yayasan Barakat, Benediktus Bedil, menjelaskan, sekuat apapun teriakan tentang perbaikan dan adaptasi perubahan iklim, namun jika pemerintah tidak memasukan upaya mitigasi ke dalam perencanaan pembanguan, maka pekerjaan para aktivis semakin berat,” ujar Benediktus Bedil.
Namun menurutnya, upaya penyadartahuan kepada Pemerintah harus terus dilakukan.
Anton Leumara, anggota DPRD Lembata mengatakan, pihaknya siap mengawal isu perubahan iklim untuk masuk dalam RPD tahun 2023-2026.
Namun dikatakan, LSM dan DPRD Lembata harus bisa memastikan agar dasar hukum pengerjaan isu tersebut dapat cukup kuat dan tidak menimbulkan keraguan di SKPD, jika telah menjadi renstra, Renja hingga RKA di tingkat SKPD.
Baik Aktivis Lingkungan maupun Anggota DPRD yang menggelar diskusi tersebut sepakat memperjuangkan isu perubahan iklim masuk menjadi agenda kerja daerah, dimulai dengan perjuangan memasukan isu tersebut menjadi Prioritas 1 dalam tahapan perencanaan pembangunan yang dimulai dari Musrenbang. (*S/Hj).
Sumber: https://humanitarianjournal.com/isu-perubahan-iklim-dalam-rpd-20232026-bersifat-wajib-dan-mendesak
Sekber NGO dan Pemerintah, Pertajam Kerja Bersama Membangun Lembata
/in Berita Media /by AdminBANYAKNYA, Non Government Organization (NGO), yang bekerja di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, mendorong Pemerintah setempat membentuk Sekretariat bersama.
Koordinator Sekretariat Bersama (Sekber) NGO dan Pemerintah, Bendiktus Bedil, Minggu (27/2/2022), menjelaskan, posko Sekber di kantor Badan Pengembangan, Penelitian dan Pembangunan daerah (Bapelitbangda) itu bertujuan mengurangi tumpang tindih kegiatan di satu tempat.
“Sekber NGO merupakan satu sekretariat yang disiapkan Pemda guna menampung rampung NGO dengan legalitas jelas serta terdaftar di Kesbangpol,” ujar Koordinator Sekber, Benediktus Bedil.
Ia menyebut, diperlukan koordinasi dalam kerja dengan Pemda, sebab dalam kondisi tertentu dan pada tempat tertentu, program kegiatan serupa dilakukan baik oleh Pemerintah maupun oleh NGO.
Menurut Direktur Yayasan Barakat itu, rata-rata NGO bekerja dalam isu perubahan dan adaptasi perubahan iklim di Lembata.
Sekber NGO di Kabupaten Lembata, dipimpin Ketua, Bendiktus Bedil, Maria Redempta Korneliti, Bendahara; Melky Habel dan Maria Loka.
Ada 4 Divisi yakni Perubahan Iklim dan PRB dipimpin Plan Indonesia, Perlindungan Perempuan dan anak dipimpin NGO Stelavitae, Ekonomi Inklusif oleh YPPS, Pendidikan Kesehatan oleh LSM Mensa.
Sekber NGO dikukuhkan oleh SK Bapelitbangda Kabupaten Lembata. (*S/Hj).
Sumber: https://humanitarianjournal.com/sekber-ngo-dan-pemerintah-pertajam-kerja-bersama-membangun-lembata
Saatnya Alokasi Anggaran Untuk Perubahan Iklim di Lembata Masuk Rencana Pembangunan Daerah
/in Berita Media /by AdminLaporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA-Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Barakat menginisiasi pertemuan dengan sejumlah anggota DPRD Lembata, Sabtu, 26 Februari 2022, di Moting Ema Maria, Lamahora, Kota Lewoleba.
Tujuan dari pertemuan ini adalah membangun kesepahaman bersama tentang dampak perubahan iklim sehingga mau tidak mau pemerintah perlu mengalokasikan anggaran secara khusus untuk isu global tersebut.
Diharapkan, lembaga DPRD Lembata bisa turut mengajukan dan mengawal anggaran daerah untuk mengatasi dampak-dampak perubahan iklim dalam rencana pembangunan daerah (RPD) tahun 2023-2026, atau pada masa peralihan kepemimpinan kepala daerah nanti.
Piter Pulang, peneliti lingkungan hidup, menyebutkan pertemuan bersama tersebut merupakan bagian dari advokasi kebijakan kepada pemerintah dan juga para wakil rakyat.
Hal yang paling utama menurutnya adalah perlu ada kesadaran bahwa dampak perubahan iklim itu adalah masalah bersama yang harus diatasi.
“Jangan sampai orang tidak merasa perubahan iklim sebagai masalah,” ujar Piter sembari menekankan pentingnya apa yang dia sebut ‘penyadartahuan’ tentang perubahan iklim.
Ada dua hal yang perlu dilakukan guna merespon isu ini, tambahnya, yakni Implementing dan non implementing. Hal kedua yakni implementing ialah soal kebijakan politik pemerintah yang berpihak pada isu perubahan iklim.
“Kita butuh pendekatan secara politik anggaran. Kita dorong supaya ada kebijakan politis. Saya takutnya, program pemerintah itu prosedural tapi tidak substantif,” katanya saat menyampaikan presentasi tentang perubahan iklim.
Jika tidak ada intervensi pemerintah, maka sektor perikanan dan pertanian yang paling berdampak. Padahal, dua sektor ini menyumbang 65 persen produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Lembata.
“Akan ada waktu orang tidak tangkap ikan di Teluk Hadakewa lagi,” kata Piter mewanti-wanti dampak perubahan iklim.
Direktur LSM Barakat Benediktus Bedil, menyebutkan alasan di balik pertemuan tersebut. Menurut dia, isu perubahan iklim kurang mendapat tempat dalam anggaran pemda dan juga pemerintah desa.
Dia mengingatkan, bencana badai seroja tahun lalu yang memakan banyak korban di wilayah Ile Ape merupakan akibat dari perubahan iklim. Pertemuan tersebut merupakan agenda tahap pertama. Pada tahap berikut, pihaknya akan secara resmi bertemu semua anggota DPRD Lembata untuk membahas adanya dukungan anggaran untuk isu perubahan iklim.
Anggota DPRD Lembata Anton Leumara, mengatakan tidak ada anggaran pemerintah untuk isu perubahan iklim jadi kegelisahannya sejak dirinya terlibat di Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Kabupaten Lembata.
Yapeka dan Perkumpulan Desa Lestari Gelar FGD dengan Petani dan Nelayan Desa Sakubatun dan Fuafuni
/in Berita Media /by AdminROTE NDAO, VICTORYNEWS – Yayasan Pemberdayaan Masyarakat dan Pendidikan Konservasi Alam (Yapeka) bersama mitra Perkumpulan Desa Lestari, melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di 2 dari 3 desa dampingan Yapeka di Kabupaten Rote Ndao.
Kegiatan FGD di tersebut dilaksanakan di SD Inpres Batutua, Kecamatan Rote Barat Daya (RBD), Sabtu (20/03/2022), menghadirkan aparat desa dan kelompok masyarakat Desa Sakubatun dan Fuafuni.
Kepala Desa Fuafuni Nithanel Pandie mengatakan, dalam FGD yang dilaksanakan tersebut pendamping Yapeka menjelaskan tentang perubahan iklim yang berdampak sangat luas pada kehidupan masyarakat, khususnya kualitas dan kuantitas air, habitat, hutan, kesehatan, lahan pertanian dan ekosistem wilayah pesisir.
“Diskusi hari ini, terkait ada kendala yang dihadapi masyarakat di desa. Kami susah informasikan kepada pihak Yapeka terkait masalah yang dihadapi petani dan nelayan,” katanya.
Beberapa masukan yang sudah diberikan kepada Yapeka dan mitra Perkumpulan Desa Lestari terkait perubahan iklim, yakni nelayan membutuhkan perahu 1-2 GWT, petani butuh pompa air untuk melaksanakan kegiatan usaha masing-masing.
Dikatakannya, selama ini pemerintah desa dari Dana Desa yang terbatas sudah berusaha untuk memberikan bantuan tetapi sangat sedikit karena Dana Desa harus dialokasikan bagi kebutuhan lainnya.
“Kami sangat bersyukur karena setelah mendengar keluhan tersebut, pihak Yapeka akan mengusahakan membantu petani dan nelayan,” katanya.
Kesulitan Air Bersih
Nithanel Pandie berharap apa yang sudah disampaikan dalam FGD ini kiranya bisa diupayakan oleh Yapeka dan Perkumpulan Desa Lestari, untuk membantu masyarakat 2 desa ini untuk bisa bertahan dalam masa sulit akibat Covid-19 dan perubahan iklim yang saat ini melanda Indonesia, termasuk Rote Ndao.
“Kami yakin Yapeka didukung mitra lainnya bisa membantu masyarakat dampingannya karena Yapeka sendiri sudah membangun pembangkit listrik tenaga surya, frezeer, spininet, packaging, tali dan benih unggul, dan pelatihan budidaya rumput bagi warga Dusun Nusamanuk,” ujarnya.
Kepala Desa Sakubatun Jermias Mbori mengatakan, selain bantuan untuk nelayan dan petani di desa tersebut, kebutuhan air bersih merupakan masalah utama yang diusulkan kepada Yapeka dan mitra strategisnya.
Menurutnya, ada dua dusun di desa tersebut yang keslutin air bersih saat musim kemarau, yakni Dusun Lutukok dan Nggauk sekitar kurang lebih 100 KK.
“Walaupun Desa Sakubatun ini baru didatangi, namun kami berharap Yapeka yang sudah membantu desa tetangga Fuafuni, bisa membantu kesulitan air bersih yang dialami warga Desa Sakubatun,” tutupnya.
Partisipasi Masyarakat
Yudistira, dari Perkumpulan Desa Lestari menjelaskan, pihaknya sebagai mitra menaruh kepedulian pada desa dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik di terutama pada proses perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pemantauan pembangunan desa.
Menurutnya, yang menjadi prioritas utama Perkumpulan Desa Lestari adalah melaksanakan program-program penguatan kapasitas di desa.
Perkumpulan Desa Lestari, kata Yudistira, menekankan pembangunan desa harus dilakukan secara partisipatif, berbasis kekuatan dan kemandirian masyarakat desa setempat, serta berusaha memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan desa dalam pemenuhan kebutuhannya di masa depan.
“Perkumpulan Desa Lestari berupaya selama ini telah berperan dalam tindakan strategis tata kelola pemerintahan desa yang transparan, akuntabel, partisipatif, dan berkelanjutan dalam mengelola sumber daya dan potensi yang dimiliki oleh desa,” katanya. ***
YAPEKA Gelar FGD Dorong Kesejahteraan Masyarakat Persisir Hadapi Perubahan Iklim
/in Berita Media /by AdminPOS-KUPANG.COM, KUPANG – YAPEKA menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama para mitra demi kesejahteraan masyarakat pesisir menghadapi perubahan iklim di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Akbar A. Digdo, CEO YAPEKA mengatakan, diskusi kali ini bertujuan untuk membahas program- program yang akan disiapkan kepada masyarakat pesisir dengan kolaborasi dengan berbagai pihak mulai dari pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan pelaku wisata.
Program ini sebetulnya soal adaptasi perubahan iklim, lanjut Akbar, bagaimana mempersiapkan sumber daya yang ada NTT agar bisa menggerakkan potensi lokal dalam menghadapi persoalan perubahan iklim.
“Kita tau tahun lalu ada seroja dan ternyata itu dampaknya besar terutama masyarakat pesisir, disini kita siapkan tokoh-tokoh muda agar memiliki skill, pengetahuan yang cukup agar bisa menginspirasi temannya, kelompok lain sampai pada pemerintah untuk bagaimana mengambil tindakan tentang adaptasi perubahan iklim, ” ungkap Akbar ketika ditemui Sabtu, 26 Maret 2022.
Akbar menambahkan, pihaknya saat ini memfokuskan untuk menggerakkan kaum muda untuk mendampingi dan menggerakkan kelompok masyarakat yang ada di pesisir yang sering menjadi korban dari perubahan iklim.
“Ketika terjadi perubahan iklim, para nelayan susah untuk melaut, ini yang jadi fokus kita menyiapkan agar mereka ada alternatif penghasilan lain diluar hasil melaut, ” kata Akbar.
Menurutnya, untuk merealisasikan program tersebut butuh waktu yang cukup lama, karena itu pihaknya akan terus melakukan diskusi dan juga pendampingan di lapangan.
Pihaknya akan terus mendengar apa yang menjadi kebutuhan masyarakat di lapangan untuk didiskusikan dan dilakukan pendamping.
Menurutnya yang terpenting saat ini adalah membangun minat anak-anak muda untuk ambil bagian dalam kegiatan soal menghadapi perubahan iklim, karena menurutnya masa depan negara ini ada di tangan anak muda (*)
Di Sumba Timur, Koalisi ADAPTASI Latih & Advokasi Perubahan Iklim dalam Kerangka GESI
/in Berita Media /by AdminWaingapu.Com – Memperkuat suara-suara untuk aksi iklim yang adil dengan cara melakukan peningkatan kapasitas kelompok atau organisasi masyarakat sipil lokal dan kelompok marjinal menjadi hal yang urgen dalam upaya adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim. Merujuk realita itu, koalisi ADAPTASI (Koalisi Pembawa Angin dari Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Timur Indonesia) melaksanakan pelatihan advokasi perubahan iklim dalam kerangka GESI (Gender Equality and Social Inclusion) .
Kegiatan pelatihan yang dilaksanakan Senin (11/04/2022) hingga Selasa (12/04/2022) itu dihelat di Aula Pada Dita Beach Hotel. Deni Karanggulimu, direktur KOPPESDA sebagai penanggungjawab dan pelaksana kegiatan menjelaskan, koalisi ADAPTASI telah menyusun modul kegiatan secara partisipatif.
“Output kegiatan ini adalah meningkatnya kapasitas Organisasi Masyarakat Sipil atau OMS dalam isu pengetahuan perubahan iklim, dampaknya bagi perempuan dan kelompok marjinal serta rentan. Juga advokasi dan gerakan mitigasi peerubahan iklim dengan kerangka GESI,” jelas Deni.
Kegiatan sendiri diawali dengan ceremonial pembukaan yang dilakukan oleh Deden Ramadani, yang merupakan perwakilan koalisi ADAPTASI dari yayasan Penabulu pusat. Dua puluh peserta dari ragam latar belakang profesi dan aktifitas menjadi pesertanya. Nampak tak hanya dari OMS, pelatihan ini juga melibatkan sosok dari instansi pemerintah seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dna Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana, Dinas Lingkungan Hidup, Akademisi dari Universitas Kristen Wira Wacana, serta insan pers.
Materi pelatihan dan advokasi yang diberikan diantaranya Gender, Konsep Gender dan Peran Gender. Selain itu Analisis Sosial – Ekonomi – Politik Perubahan Iklim pada Perempuan dan Kelompok Rentan, yang dibawakan oleh Dianah Karmilah dari Koalisi Perempuan Indonesia Untuk Demokrasi dan Keadilan.
Adapun koalisi ADAPTASI terdiri dari yayasan Penabulu sebagai Lead koalisi, yang beranggotakan Perkumpulan Yapeka, Koalisi Perempuan Indonesia Untuk Demokrasi dan Keadilan, Pusat Kajian Sains Keberlanjutan dan Transdisiplin IPB (CTSS IPB), perkumpulan Konsil LSM Indonesia, Perkumpulan Desa Lestari, Perkumpulan Sinergantara, yayasan Koordinasi Pengakjian dan Pengelolaan Sumber Daya (Koppesda) dan yayasan Lembaga Pengembangan Masyarakat Lembata (Barakat). Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (HIVOS – Indonesia) memadukan semuanya dalam program Amplifying Voice for Just Climate Actions. (ion)
RISET AKSI TERKINI
Petani di Indonesia adalah small-land holder, dengan kualitas budidaya dan kapasitas penanganan paska panen terbatas, tidak terorganisir dalam menghadapi pasar yang makin menuntut. DAKOTA dirancang sebagai instrumen pasar yang mencatat keterlacakan dan menjadi alat penilaian Internal Control System (ICS) kolektif bagi implementasi GAP dan GHP dalam skala kelompok-kelompok kecil.