Kampanye Perubahan Iklim di Lembata, LSM Ini Produksi Film ‘Muro’

Penayangan film pendek berjudul Muro oleh LSM Barakat di Kota Lewoleba dengan menghadirkan beberapa narasumber untuk membedah sekaligus mempresentasikan kampanye perubahan iklim Lembata. Foto : Teddi Lagamaking

Penayangan film pendek berjudul Muro oleh LSM Barakat di Kota Lewoleba dengan menghadirkan beberapa narasumber untuk membedah sekaligus mempresentasikan kampanye perubahan iklim Lembata. Foto : Teddi LagamakingLEMBATA – Tim media dan publikasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Barakat memproduksi film pendek berjudul ‘Muro’ sebagai bagian dari kampanye dan edukasi perubahan iklim di Kabupaten Lembata.Muro merupakan pencadangan konservasi ekosistem laut berbasis kearifan lokal. Sejak tahun 2016, LSM Barakat mulai bekerja menghidupkan kembali Muro di desa Lamatokan, Kolontobo, Dikesare, Tapobaran dan Lamawolo.
Muro kemudian jadi salah satu kearifan lokal warisan leluhur yang dianggap berkontribusi terhadap mitigasi dan edukasi perubahan iklim.Tim media dan publikasi LSM Barakat kemudian mengangkat proses adat di desa Kolontobo saat menggelar Muro dalam sebuah karya audio visual.Film pendek yang digarap oleh Alfred Ike Wurin ini ditayangkan perdana di Mario Cafe, Kota Lewoleba, Minggu (10/4) malam.Sardi Winata (Yayasan Penabulu) sebagai Koordinator Koalisi Adaptasi, mengapresiasi inovasi LSM Barakat dalam memproduksi film pendek.

Menurut dia, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim adalah isu yang rentan, maka perlu ada kampanye dan edukasi yang masif dan kreatif.

Sardi juga menekankan pentingnya mengangkat potensi atau kearifan lokal seperti Muro sebagai solusi menjawab isu perubahan iklim. Kearifan ini pun harus diperkenalkan kepada orang lain.

“Bisa jadi ini model di tempat lainnya. Filmnya luar biasa dan alurnya cukup jelas,” katanya.
Selanjutnya, Sardi juga mendorong LSM Barakat membuat kajian khusus tentang Muro sehingga ada produksi pengetahuan yang dipakai secara sistematis dalam edukasi kepada masyarakat.
Alfred Ike Wurin, Tim media LSM Barakat, mengungkapkan bahwa pihaknya memproduksi film tentang Muro dalam bentuk web series karena ada banyak ide cerita yang mau diangkat dari Muro.

“Sangat disayangkan kalau Muro yang kaya ini kita hanya angkat satu ide cerita saja dalam
satu film, jadi kita bikin dalam bentuk web series,” tandas Alfred yang merupakan videografer kanal Youtube Lingkar Timur Documentary.

Strategi publikasi seperti ini berguna untuk menggali lebih dalam nilai-nilai dari tradisi Muro termasuk bagaimana peran penting perempuan dalam Muro. Ini juga sejalan dengan konsep ekofeminisme yang juga mau diangkat oleh LSM Barakat.

Staphana W. B. Sanith Kono dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), juga menekankan kampanye dan edukasi Muro yang menampilkan peran perempuan yang memang punya peran penting dalam masyarakat adat.

“Tradisi ini warisan maka kita akan terus lakukan ini kalau orang tua juga menjalankan ini dan kemudian dipelihara sebagai tradisi,” ujarnya.
Para penonton mengapresiasi langkah kreatif Tim Media dan Publikasi LSM Barakat yang membuat kampanye Muro dengan film pendek.

Turut hadir dalam acara penayangan dan bedah film Muro yakni Direktur LSM Barakat Benediktus Bedil, peneliti lingkungan Piter Pulang, sineas Aldino Purwanto Bediona, tokoh masyarakat Philipus Payong, Kor Sakeng, aktivis Dominikus Karangora dan staf ahli bupati Apolonaris Mayan.

Sumber: https://kumparan.com/florespedia/kampanye-perubahan-iklim-di-lembata-lsm-ini-produksi-film-muro-1xrY3MsazBz/3

LSM Barakat Produksi Film Pendek Untuk Kampanye Perubahan Iklim di Lembata

POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA – Tim media dan publikasi lembaga swadaya masyarakat (LSM) Barakat memproduksi film pendek berjudul ‘Muro’ sebagai bagian dari kampanye dan edukasi perubahan iklim di Kabupaten Lembata.

Muro merupakan pencadangan konservasi ekosistem laut berbasis kearifan lokal. Sejak tahun 2016, LSM Barakat mulai bekerja menghidupkan kembali Muro di desa Lamatokan, Kolontobo, Dikesare, Tapobaran dan Lamawolo. Muro kemudian jadi salah satu kearifan lokal warisan leluhur yang dianggap berkontribusi terhadap mitigasi dan edukasi perubahan iklim.

Tim media dan publikasi LSM Barakat kemudian mengangkat proses adat di desa Kolontobo saat menggelar Muro dalam sebuah karya audio visual.

Film pendek yang digarap oleh Alfred Ike Wurin ini ditayangkan perdana di Mario Cafe, Kota Lewoleba, Minggu, 10 April 2022.

Sardi Winata (Yayasan Penabulu) sebagai Koordinator Koalisi Adaptasi, mengapresiasi inovasi LSM Barakat dalam memproduksi film pendek. Menurut dia, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim adalah isu yang rentan, maka perlu ada kampanye dan edukasi yang masif dan kreatif.

Sardi juga menekankan pentingnya mengangkat potensi atau kearifan lokal seperti Muro sebagai solusi menjawab isu perubahan iklim. Kearifan ini pun harus diperkenalkan kepada orang lain.

“Bisa jadi ini model di tempat lainnya. Filmnya luar biasa dan alurnya cukup jelas,” katanya.

Selanjutnya, Sardi juga mendorong LSM Barakat membuat kajian khusus tentang Muro sehingga ada produksi pengetahuan yang dipakai secara sistematis dalam edukasi kepada masyarakat.

Alfred Ike Wurin, Tim media LSM Barakat, mengungkapkan bahwa pihaknya memproduksi film tentang Muro dalam bentuk web series karena ada banyak ide cerita yang mau diangkat dari Muro.

“Sangat disayangkan kalau Muro yang kaya ini kita hanya angkat satu ide cerita saja dalam satu film, jadi kita bikin dalam bentuk web series,” tandas Alfred yang merupakan videografer kanal Youtube Lingkar Timur Documentary.

Strategi publikasi seperti ini berguna untuk menggali lebih dalam nilai-nilai dari tradisi Muro termasuk bagaimana peran penting perempuan dalam Muro. Ini juga sejalan dengan konsep ekofeminisme yang juga mau diangkat oleh LSM Barakat.

Staphana W. B. Sanith Kono dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), juga menekankan kampanye dan edukasi Muro yang menampilkan peran perempuan yang memang punya peran penting dalam masyarakat adat.

“Tradisi ini warisan maka kita akan terus lakukan ini kalau orangtua juga menjalankan ini dan kemudian dipelihara sebagai tradisi,” ujarnya.

Para penonton mengapresiasi langkah kreatif Tim Media dan Publikasi LSM Barakat yang membuat kampanye Muro dengan film pendek.

Turut hadir dalam acara penayangan dan bedah film Muro yakni Direktur LSM Barakat Benediktus Bedil, peneliti lingkungan Piter Pulang, sineas Aldino Purwanto Bediona, tokoh masyarakat Philipus Payong, Kor Sakeng, aktivis Dominikus Karangora dan staf ahli bupati Apolonaris Mayan.

Keterangan Foto/Ricko Wawo/Alfred Ike Wurin, tim media dan publikasi LSM Barakat sedang memaparkan strategi kampanye terkait isu perubahan iklim usai pemutaran film pendek Muro di Mario Cafe, Lamahora, Kota Lewoleba, Minggu, 10 April 2022.

Alfred Ike Wurin, tim media dan publikasi LSM Barakat sedang memaparkan strategi kampanye terkait isu perubahan iklim usai pemutaran film pendek Muro di Mario Cafe, Lamahora, Kota Lewoleba, Minggu, 10 April 2022.
Alfred Ike Wurin, tim media dan publikasi LSM Barakat sedang memaparkan strategi kampanye terkait isu perubahan iklim usai pemutaran film pendek Muro di Mario Cafe, Lamahora, Kota Lewoleba, Minggu, 10 April 2022. (Keterangan Foto/Ricko Wawo)

Sumber: https://kupang.tribunnews.com/2022/04/11/lsm-barakat-produksi-film-pendek-untuk-kampanye-perubahan-iklim-di-lembata

NTT Rentan Terhadap Perubahan Iklim, Yapeka Gelar Workshop

“Tanpa kita sadari bahwa setiap hari kita menghasilkan emisi gas lewat kendaraan yang kita gunakan. Hal ini berdampak buruk pada kualitas hidup dan kerusakan lingkungan, ” ungkap Ganef.

Suasana Workshop di Sotis Hotel Kupang, Senin, 1 Agustus 2022. Foto : dok.Fortuna

KUPANG, fortuna.press – Perubahan iklim atau Climate Change telah menjadi issue global saat ini. Merepon issue tersebut, Yayasan Pemberdayaan Masyarakat dan Konservasi Alam (Yapeka) dengan difasilitasi oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan provinsi Nusa Tenggara Timur ( LKH NTT) menggelar worksop  pengendalian perubahan iklim.

Kegiatan bertajuk Workshop Penyusunan Kerangka Kerja Rencana Aksi Adaptasi Kelompok Kerja Pengendalian Perubahan Iklim di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengambil tempat di Aula Hotel Sotis, Kupang, Senin, 01 Agustus 2022.

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di Kawasan Timur Indonesia diketahui memiliki banyak potensi sumber daya pesisir dan laut yang tinggi.

Potensi ini didukung juga didukung oleh masyarakatnya yang hidup dalam berbagai keunikan budaya dan tradisi lokal. Meski demikian, provinsi NTT memiliki kerentanan terhadap perubahan iklim.

Menjawab issue perubahan iklim, diperlukan upaya-upaya, salah satunya melalui peningkatan kapasitas SDM.

Sasarannya kepada pihak pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota, tokoh masyarakat, tokoh agama, LSM, sektor swasta, media dan pihak terkait lainnya.

Langkah selanjutnya adalah pembentukan kelompok kerja (pokja) ditingkat provinsi NTT, ataupun workshop melibatkan lintas stakeholders guna memfinalisasikan Pokja tersebut sehingga dapat menjadi pegangan kebijakan dan komitmen bersama terkait pengendalian perubahan iklim di NTT.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Provinsi NTT,  Ganef Wurgiyanto yang hadir dan membuka workshop dimaksud mengapresiasi dan berterima kasih terhadap akan apa yang sudah dilakukan oleh Yapeka.

” Terima kasih, Yapeka telah melakukan kegiatan sederhana yang tidak disadari orang ini namun sangat berdampak. Tanpa kita sadari bahwa setiap hari kita menghasilkan emisi gas lewat kendaraan yang kita gunakan. Hal ini berdampak buruk pada kualitas hidup (kualitas oksigen, red) dan kerusakan lingkungan, ” ungkap Ganef.

Menurutnya, workshop tersebut mengingatkan dan mengajak semua pihak untuk berpikir bagaimana memitigasi supaya kondisi kerusakan- kerusakan lingkungan itu dari awal disadari dan dapat dilakukan tindakan nyata agar kerusakan yang lebih parah dapat diminimalisir bahkan tidak terjadi.

Senada dengan Ganef, Chief Executif Officer ( CEO) Yapeka Akbar Ario Digdo yang juga merupakan salah satu dari tiga nara sumber yang ada, menekankan bahwa di NTT terdapat kearifan-kearifan lokal yang dikembangkan dan dipraktekkan oleh masyarakat untuk dijadikan model dalam pengendalian perubahan iklim.

“Pengetahuan tradisional masyarakat adat komunitas dapat menjadi kunci terhadap banyak solusi berbentuk lokal untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di tingkat lokal, dan dapat replikasi dan amplifikasi serta memiliki potensi untuk diperluas oleh pemerintah daerah dan nasional, ” Jelasnya penuh optimis.

Pantauan media ini, sejumlah peserta dari berbagai latar belakang yakni pihak pemerintah, LSM, Akademisi, Tokoh Masyarakat dan Media (pentahelix) hadir. Mereka sangat antusias mengikuti workshop tersebut serta didukung oleh koalisi adaptasi.

Kerangka kerja adaptasi perubahan iklim ini penting dalam upaya meminimalisir dampak yang ditimbulkan. Bahkan upaya-upaya yang dilakukan tersebut tidak lepas dari peran semua pihak.

“Kami berharap, workshop hari ini, dapat menjadi langkah awal komitmen bersama di NTT dalam upaya mengatasi perubahan iklim, ” Pungkas Akbar. (rilis/42na)

Sumber: https://fortuna.press/ntt-rentan-terhadap-perubahan-iklim-yapeka-gelar-workshop/#.Y_89wnZBzIX

Memperkuat suara untuk aksi perubahan iklim berkeadilan koalisi adaptasi

KOPPESDA Sumba Timur Gelar Sosialisasi Program “Memperkuat Suara Untuk Aksi Perubahan Iklim Berkeadilan Koalisi Adaptasi”,  Kamis (9/12/21) di kantor Yayasan KOPPESDA Sumba Timur NTT.

Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Dinas Bapeda Kabupaten Sumba Timur Drh. Yohanes A praing. M. Si,  Dinas Lingkungan Hidup,  Dinas PMD Sumba Timur, Balitbang, Kaprodi Hukum UNKRISWINA, OPD lainnya dan awak media.

Direktur Yayasan KOPPESDA Sumba Timur Deni Karanggu Limu menegaskan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di Kawasan Timur Indonesia memiliki banyak potensi sumber daya pesisir dan laut, antara lain perikanan, budidaya rumput laut, sumber garam dan potensi budidaya mutiara. Masyarakat di Provinsi NTT juga memiliki berbagai keunikan budaya dan tradisi lokal. Provinsi kepulauan NTT yang terdiri lebih dari 1.190 pulau kecil dengan garis pantai sekitar 5.700 Km dan luas laut 15.141.733 Ha sangat rentan terhadap perubahan iklim.

“Untuk mewujudkan dan mendorong upaya adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim, diperlukan keterlibatan semua pihak (pemerintah, swasta dan masyarakat sipil), keterlibatan dan partisipasi semua pihak untuk memastikan aksi transisi iklim yang dilakukan berkeadilan dan inklusif”  paparnya.

Lanjut Karanggu Limu,  tujuan kita dalam kualisi adaptasi lingkungan untuk Internalisasi Program, menyamakan persepsi terhadap program di tim pelaksana, memetakan kegiatan-kegiatan berbasis nasional, provinsi dan kabupaten serta menyetujui kerangka kerja.  Menyepakati aktivitas pendukung, indikator, output dan hasil dari kegiatan pendukung Identifikasi potensi dan tantangan.

“Tentunya diharapkan adanya kesepahaman bersama dengan beberapa pihak baik dari Pemerintah, Akademisi, Walhi, Litbang, Media, teman-teman LSM dan masyarakat sipil terlibat dan partisipasi untuk memastikan aksi transisi iklim yang dilakukan berkeadilan dan inklusif” tutur Karanggu Limu.

Kepala Bappeda Sumba Timur, Drs. Yohanes S. Praing, M.Si.,

Kepala Bappeda Kabupaten Sumba Timur,  Drh. Yohanes A Praing, M. Si,  melanturkan tanggapan dan mengharapkan agar LSM ,OPD dan masyarakat sipil dapat mengambil posisi dan peran penting dalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan.

Baca Juga :   Pentingnya peran media dalam menyikapi isu perubahan iklim di kabupaten Sumba Timur

“Kita harus belajar dari pengalaman upaya melestarikan lingkungan melalui program penghijauan dan penanaman pohon tahun 2004 saya bekerjasama dengan LSM melakukan penanaman pohon di lokasi lukuwingir dan itu tidak terawat dengan baik, saya mengharapkan agar kita saling menopang menjalin kerja sama yang lebih baik untuk mencapai apa yang kita harapkan bersama” ujarnya.

Lebih lanjut Yohanes Praing menjelaskan, dalam proses pembenahan adaptasi lingkungan hidup kita juga harus membangun sumberdaya manusia agar pelestarian lingkungan dan sumberdaya manusia bisa berjalan seimbang, kalau kita tinjau sumberdaya manusia rata-rata tingkat pendidikan masyarakat kita hari ini hanya mencapai 7,14%.

“Hal ini yang perlu kita benahi karena membangun sumber daya manusia akan mampu menciptakan keterampilan pelestarian lingkungan dan pembangunan yang lebih baik” tutur Yohanes   Praing. *** (Liputan: Deni H Kambanau),-

Sumber: https://suarajarmas.com/memperkuat-suara-untuk-aksi-perubahan-iklim-berkeadilan-koalisi-adaptasi/

Koalisi Pembawa Angin dari Pesisir & Pulau-Pulau Kecil Timur Indonesia Hadir di Sumba Timur

Koalisi AdaptasiWaingapu.Com – Koalisi Pembawa Angin dari Pesisir & Pulau-Pulau Kecil Timur Indonesia (Koalisi Adaptasi) hadir di Kabupaten Sumba Timur, NTT. Hal itu menyusul dilaunchingnya program Amplifying Voice For Just Climate Action (Memperkuat suara untuk iklim yang adil) oleh Yayasan KOPPESDA (Koordinasi Pengkajian & Pengelolaan Sumber Daya Alam) Kamis (09/12) lalu. Moment itu dilaksanakan di Kantor Yayasan KOPPESDA, Kampung Arab, Kelurahan Hambala, Kota Waingapu.

Moment itu juga dihadiri oleh Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumba Timur, Johanis A. Praing dan sejumlah perwakilan dari lembaga serta institusi terkait lainnya. Dalam kesempatan ini, Johanis mengingatkan pentingnya belajar dari pengalaman. Dari pengalaman, tentu bisa kembali dibangun kembali sinergitas yang jauh lebih baik untuk mencapai tujuan dan harapan bersama.

“Pada tahun 2004 lalu saya pernah bekerja sama dengan LSM untuk melakukan penghijauan di desa Lukuwingir. Awalnya bagus namun kemudian tidak terawat dengan baik. Ini kan sebenarnya langkah positif secara bersama untuk pelestarian lingkungan, ini salah satu pengalaman yang bisa dijadikan pelajaran untuk kegiatan dan harapan serupa berikutnya,” ungkap Johanis.

ohanis juga menegaskan proses pentingnya membangun sumber daya manusia dalam proses pembenahan adaptasi lingkungan hidup. “ Pelestarian lingkungan dan sumber daya manusia sedapat mungkin bisa berjalan seimbang. Kalau kita tinjau sumber daya manusia rata-rata tingkat pendidikan masyarakat kita hari ini hanya mencapai 7,14 persen. Kita benahi bersama karena membangun sumber daya manusia akan mampu menciptakan keterampilan pelestarian lingkungan dan pembangunan yang lebih baik,” paparnya.

Deni Karanggulimu, Direktur Yayasan KOPPESDA kepada media ini menjelaskan, program Amplifying Voices for Just Climate Actions yang didukung oleh Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Hivos-Indonesia). Sementara Koalisi Adaptasi sendiri terdiri dari Yayasan Penabulu sebagai lead koalisi dengan anggota Perkumpulan Yapeka, Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan & Demokrasi (KPI), Pusat Kajian Sains Keberlanjutan & Transdisiplin IPB (CTSS IPB), Perkumpulan Konsil LSM Indonesia (Konsil LSM), Perkumpulan Desa Lestari, Perkumpulan Sinergantara, Yayasan Koordinasi Pengkajian & Pengelolaan Sumber Daya (Koppesda), Yayasan Lembaga Pengembangan Masyarakat Lembata (Barakat). Semunya sebut dia bertujuan untuk memperkuat suara-suara untuk aksi iklim yang adil dengan cara melakukan peningkatan kapasitas kelompok/organisasi masyarakat sipil lokal dan kelompok marjinal di wilayah sasaran program, Akuisisi narasi media lokal dan pengembangan hubungan dengan media nasional dan jaringan advokasi OMS, Pengelolaan, penciptaan, pertukaran pengetahuan dan kearifan lokal dalam skala nasional.

”Diharapkan program akan menghasilkan penguatan kapasitas dan aksi kolektif masyarakat sipil lokal dan kelompok marjinal untuk dialog kebijakan yang inklusif, dan kepemimpinan untuk solusi iklim. Selain itu narasi yang kuat dan platform bersama yang didirikan yang diharapkan secara efektif memperkuat suara masyarakat sipil tingkat lokal dan nasional untuk transisi yang adil dan solusi iklim berbentuk local, dimana didalamnya termasuk sistem pangan lokal, energi terbarukan yang terdesentralisasi, skema keuangan baru, inovasi dan akses teknologi, kearifan lokal, tata kelola sumber daya alam, yang mana semuanya didokumentasikan, diakui dan diadopsi secara formal,” urai Deni.

Kegiatan itu sendiri kata Deni akan dilakukan selama periode Agustus 2021-Oktober 2025. Dimana intervensi program akan dilakukan pada empat Kabupaten/Kota di NTT, yakni Kota Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Sumba Timur dan Lembata. “ Pada akhir periode program atau akhir 2025, dikembangkan model di setidaknya 12 kabupaten dan kota kota di NTT yang menunjukkan posisi strategis, peran dan pengaruh kelompok, organisasi masyarakat sipil lokal yang terhubung dengan jaringan CSO nasional. untuk memastikan transisi iklim yang adil, inklusif, efektif dan berkelanjutan di semua tingkat pembangunan,” tandasnya.

Baca Juga:  Tempat Praktek & Penjualan Beras Oplosan Digerebek Buser Polres Sumba Timur
Koalisi Adaptasi

Selain Bappeda, sejumlah elemen yang ambil bagian dalam launching program ini diantaranya Balitbang Sumba Timur, Ketua Prodi Hukum Unkriswina, pimpinan Hivos, Pelita Sumba, Stimulant Institute, Perkumpulan Humba Ailulu, SOPAN Sumba serta para jurnalis dari sejumlh media cetak dan elektronik. Pelaksanaan kegiatan itu sendiri tetap menerapkan protokol kesehatan (Prokes) Covid-19, sekalipun Sumba Timur hingga pada pelaksanaan kegiatan dimaksud berada dalam zona hijau. Terpantau para peserta hadir dengan mengenakan masker juga mencuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan, dan juga hal lainnya sebagaimana diamanatkan dalam prokes dioptimalkan penerapannya oleh para pihak yang hadir dalam kegiatan itu. (ion)

Sumber: https://www.waingapu.com/koalisi-pembawa-angin-dari-pesisir-pulau-pulau-kecil-timur-indonesia-hadir-di-sumba-timur/#gsc.tab=0