Pembuatan Video Panduan Penanganan Pasca-Panen Pala

Menyusuri Sangihe Mengumpulkan Pengalaman

Sangihe (11/01/2019) – Kepulauan Sangihe adalah salah satu gudang rempah Indonesia. Kebun pala dan cengkih warisan leluhur tumbuh subur menjadi sumber kehidupan masyarakat dan komoditas unggulan wilayah yang dulu dikenal dengan sebutan Sanger. Keberadaan gunung api Banua Wuhu di bawah laut yang berada di kawasan Sangihe adalah jawaban tentang kesuburan alam. Pala dari Kabupaten Sangihe dipercaya sebagai salah satu pala terbaik yang layak diperdagangkan di pasar dunia.

Implementasi CEA dalam Pathway 3 adalah untuk memperkuat posisi smallholders dalam rantai nilai  perdagangan, termasuk smallholders rempah. Gangguan yang terjadi dalam rantai nilai pala adalah notifikasi jamur (aflatoksin) yang terjadi sejak tahun 2011. Pencegahan munculnya jamur dapat dilakukan sejak proses pasca-panen. Maka, Penabulu sebagai salah satu mitra CEA berinisiasi membuat video panduan penanganan pasca-panen pala berdasar pengalaman kelompok tani pala organik yang tergabung dalam Asosiasi Petani Organik (APO) Komasa yang berada di Sangihe. APO Komasa telah mendapat sertifikat organik dan memenuhi standar Good Agricultural Practices (G.A.P) dan Good Handling Practices (G.H.P).

Video panduan penanganan pasca-panen pala diharapkan dapat menjadi salah satu cara meningkatkan kualitas pala dari tingkat petani. Pembuatan video panduan dilakukan dengan mendokumentasikan seluruh tahap dari pemetikan buah pala hingga pengangkutan ke pelabuhan untuk pengiriman.

“Dengan kita memperhatikan budidaya panen dan paska panen kita sudah memperkuat posisi tawar smallproducer dalam rantai nilai pala,” ujar Caecilia Afra, Spice Lobbyist Specialist.

APO Komasa memiliki sistem kontrol internal yang mengatur tentang standar pembudidayaan, pemanenan, grading biji pala, pengeringan, penyimpanan, dan pengiriman ke pembeli. Walaupun masih manual, di setiap tahapnya tercatat dengan baik dan menjadi alat bukti ketelusuran (traceability) pala yang dihasilkan. Proses keteraturan yang dilakukan 10 kelompok tani yang berada di empat kecamatan di Kabupaten Sangihe dalam payung APO Komasa tidaklah instan.

“Perlu waktu untuk membiasakan petani menjalankan sistem. Tetapi ketika sudah terbiasa, petani sudah merasakan bedanya penanganan organik yang benar dengan yang sebelumnya dilakukan, terutama di soal harga,” kata Taufig Onthoni, Sekretaris APO Komasa.

Hal baik yang sudah dilakukan APO Komasa patut menjadi pengalaman dan pembelajaran bagi petani pala lain. Peningkatan kualitas akan memperkuat posisi tawar petani dalam perdagangan, itu kita bisa mulai dari tingkat petani, mulai dari budidaya panen yaitu untuk memilih umur buah tua atau muda, kemudian penanganan pasca-panen. Caecilia Afra menegaskan bahwa perdagangan internasional sangat menuntut keamanan pangan dan traceability, sehingga harus selalu bisa dilacak kembali asal usul barang dari petani, kelompok tani, sampai gapoktan. Hal ini untuk menjamin keamanan pangan dan menghindari terjadinya aflatoksin.*(NP)