PERSPEKTIF SEKTOR BISNIS TERHADAP WASH

Memetakan Program CSR Mengidentifikasi Potensi Kolaborasi

Penabulu menjalin kerja sama dengan SNV Netherland untuk Program Voice for Change Partnership (V4CP) dalam melakukan penelitian terkait Persepsi Sektor Bisnis terhadap WASH. Penabulu mendesain penelitian ini sebagai Riset Aksi, yaitu Riset yang melibatkan para pemangku kepentingan untuk menentukan tujuan dan pengumpulan informasi. Kerja sama Penabulu dengan SNV-V4CP dilakukan pada 17 September 2019 sampai dengan 29 Maret 2019.

Riset dilakukan terhadap 18 perusahaan yang berada di Provinsi Lampung, Provinsi Sumatera Barat dan perusahaan yang berkantor di Jakarta meskipun wilayah operasionalnya bukan di provinsi tersebut. Perusahaan tersebut terdiri atas perusahaan internasional, nasional dan lokal. Berikut adalah poin-poin penting temuan riset.

Urgensi Pelibatan Sektor Bisnis dalam Program WASH

Program WASH (Water Access, Sanitation and Hygien) menjadi isu prioritas bagi masyarakat global termasuk Indonesia. Isu tentang WASH menjadi tujuan nomor 6 dari dari 17 tujuan pembangunan berkelanjutan. Namun, program WASH masih mengalami kendala khususnya dalam pendanaan karena hanya mengandalkan pendanaan dari pemerintah. Kebutuhan anggaran untuk membiayai akses universal untuk pasokan air adalah sekitar Rp. 253,8 triliun namun pemerintah pusat hanya sanggup menyediakan Rp. 52 triliun (atau 20%) hingga 2019.

Pendanaan Program WASH memerlukan kontribusi anggaran dari pemerintah provinsi dan daerah, serta peran berbagai pihak. Melibatkan bisnis atau sektor swasta menjadi salah satu cara potensial dalam mengatasi kesenjangan keuangan. Pelibatan pihak swasta melalui pemanfaatan sumber daya di bawah program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan. SNV melalui program V4CP bekerja sama dengan Indonesia Business for Sustainable Development (IBCSD) dan Yayasan Penabulu melakukan riset aksi tentang persepsi perusahaan terhadap WASH dan potensi kolaborasi dalam program WASH.

Menggali Solusi melalui Riset Aksi

Dalam rangka melihat lanskap potensi pelibatan sektor bisnis guna mendukung program WASH, salah satu cara yang dilakukan adalah melakukan riset. Model riset yang paling sesuai adalah Riset Aksi, yaitu pendekatan riset yang berorientasi pada pemecahan masalah, sehingga proses maupun hasil riset merupakan bagian dari tindakan untuk pemecahan masalah yang didefinisikan dan disepakati bersama. Riset mengkaji program CSR yang sudah dilakukan perusahaan dan peluang untuk kontribusi dalam pendanaan guna menutupi kesenjangan pembiayaan program WASH.

Riset dilakukan selama 6 bulan sejak Oktober 2018 sampai dengan Maret 2019 dan metodologi yang digunakan adalah Riset Kualitatif. Dalam riset ini, pemilihan informan ditentukan dengan menggunakan teknik snowball atau chain sampling. Pada tahap pengumpulan data, metode yang digunakan di antaranya focus group discussion (FGD), desk review dan wawancara mendalam (indepth interview). Riset dilakukan terhadap 18 perusahaan yang dipilih yang memenuhi beberapa kriteria antara lain; memanfaatkan sumber daya air dalam jumlah besar, sudah menjalankan program CSR, Sudah menjalankan program WASH, Beroperasi di wilayah Lampung atau Sumbar, Pernah bekerja sama dengan OMS.

Karakteristik dan Pola Program CSR

Di dalam perusahaan lokal, kebijakan terkait CSR baik dalam aspek program, pendanaan maupun pelaksanaan lebih banyak ditentukan oleh pimpinan tertinggi atau bahkan di level pemilik perusahaan. Perusahaan nasional, kebijakan ditentukan oleh kantor pusat di tingkat nasional, namun kantor regional dalam kondisi tertentu yang sudah ditentukan persyaratannya memiliki kewenangan untuk membuat keputusan. Dalam pelaksanaannya, perusahaan nasional menjalankan CSR melalui kemitraan, namun ada juga yang menjalankannya sendiri.

Perusahaan internasional dalam hal CSR menggunakan panduan yang bersifat global dan menjadi rujukan semua bagian perusahaan di semua tingkatan. Komitmen perusahaan internasional terhadap keberlanjutan—ekonomi, sosial dan lingkungan—menjadi poin penting dalam menjalankan program CSR. Panduan yang bersifat umum tersebut, dalam program CSR boleh diterjemahkan oleh regional dan nasional untuk mengembangkan program CSR berdasarkan situasi dan kebutuhan masing-masing. Dalam implementasinya, program CSR dilakukan dengan kemitraan. Bahkan mitra yang dilibatkan adalah mitra internasional yang bisa menjalankan program di berbagai regional. Namun, dalam kebutuhan tertentu perusahaan di tingkat regional maupun nasional bisa melibatkan mitra lain yang lebih memenuhi kualifikasi.

Riset mengategorikan perusahaan menjadi dua yaitu perusahaan swasta dan BUMN. Ditemukan bahwa kedua perusahaan tersebut menggunakan rujukan kebijakan yang sama dalam menjalankan CSR yaitu UU No. 47/2007 tentang Perseroan Terbatas serta peraturan turunannya. BUMN kemudian lebih teknis lagi menggunakan rujukan Peraturan Menteri BUMN. Namun, meskipun ketentuan tentang CSR belum ideal, banyak perusahaan yang menjalankan CSR secara komprehensif dengan mengacu kepada ISO 26000 Guidance on Social Responsibility.

Riset juga menemukan adanya pola karakter program CSR yang dijalankan berdasarkan core bisnis perusahaan. Pola tersebut terbangun di perusahaan ekstraktif, perusahaan perkebunan, perusahaan produsen pangan, perusahaan perbankan. Di perusahaan dengan bisnis inti terkait sumber daya alam, CSR kebanyakan di lakukan di wilayah Ring 1 dan bisa diperluas ke masyarakat. Riset juga menemukan adanya 3 model CSR yang dijalankan yaitu pertama Obligation CSR, Strategic CSR dan CSV atau Bisnis Inklusif. Perusahaan internasional dengan bisnis inti terkait sumber daya alam model CSR-nya adalah CSV/Bisnis Inklusif. Sebagian perusahaan internasional dan nasional yang kebanyakan memiliki bisnis inti jasa berada pada tingkat Strategic CSR  sedangkan perusahaan lokal baik dengan bisnis inti terkait sumber daya alam maupun jasa, berada pada tingkat Obligation CSR.

Potensi Kolaborasi dalam WASH

Riset juga menemukan bahwa banyak perusahaan yang sudah menjalankan program CSR pada lima pilar WASH yaitu stop buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum rumah tangga, pengelolaan sampah rumah tangga, sistem pengelolaan air limbah rumah tangga. Dari 18 perusahaan, sebanyak 13 perusahaan telah menjalankan CSR dengan program  WASH dan hanya lima yang belum menjalankannya. Dari 13 perusahaan tersebut terdapat empat perusahaan yang telah menjalankan lima pilar WASH, dua perusahaan menjalankan empat pilar WASH, tiga perusahaan menjalankan dua pilar WASH dan dua perusahaan hanya menjalankan satu saja pilar WASH.

Hasil temuan dari studi ini menemukan bahwa tidak semua perusahaan yang CSR pada isu WASH dilaksanakan secara khusus untuk WASH dan mengambil bagian dari lima pilar STBM. Banyak perusahaan yang berupaya mengintegrasikan program WASH ke dalam operasi bisnis mereka maupun dalam program CSR yang mereka lakukan. Sebagai contoh adalah GGPC yang mengintegrasikan perilaku hidup bersih dan sehat dalam pilar WASH ke dalam program Great Indonesia yang mereka lakukan. Contoh lain adalah integrasi oleh JAPFA dengan memasukkan pilar cuci tangan pakai sabun serta manajemen sampah di sekolah pada program JAPFA4 Kids. Riset menemukan adanya pola bahwa perusahaan menggarap isu WASH dikaitkan dengan bisnis inti yang dijalankan. Hal ini bisa dilihat dengan program Coca-Cola Forest maupun Program Menabung Air ataupun perusahaan Mondelez dalam program Cocoa Life.

Riset juga menemukan terbukanya peluang untuk kolaborasi dengan perusahaan. Hal ini terlihat terdapat delapan perusahaan yang sudah menjalankan program WASH di Provinsi Lampung dan Provinsi Sumatera Barat dan bahkan empat di antaranya sudah bekerja sama dengan OMS. Riset menemukan model kerja sama juga dipengaruhi oleh strategi pelaksanaan program WASH yaitu ada yang langsung bekerja sama dengan OMS untuk program WASH namun ada yang bekerja sama dengan OMS melalui integrasi program CSR yang sudah ada. Untuk program WASH yang belum bekerja sama dengan OMS, diketahui bahwa program WASH mereka bersifat program jangka pendek dalam bentuk event atau juga charity sehingga cukup dikelola secara internal oleh perusahaan.

Temuan lainnya, ada perusahaan yang sudah bekerja sama dengan OMS namun belum menjalankan program WASH dan juga terdapat perusahaan yang sudah menjalankan CSR namun belum pada program WASH dan juga belum pernah bekerja sama dengan OMS. Bagi perusahaan yang sudah menjalankan program WASH dan bekerja sama dengan OMS, peluang kerja sama sangat besar. Akan tetapi untuk perusahaan yang belum menjalankan keduanya, perlu dilakukan pendekatan secara intensif.

Strategi Membangun Keterlibatan Sektor Bisnis dalam Program WASH

Riset menemukan bahwa 72% dari 18 perusahaan memiliki pengetahuan yang baik tentang WASH dan beberapa di antaranya bahkan memiliki tim yang Handal. Riset mengidentifikasi beberapa motif perusahaan dalam menjalankan CSR yaitu ekonomi, legal, etis dan operasional. Riset juga mengidentifikasi hambatan yaitu ideologis, keterkaitan dengan bisnis inti, ketersediaan anggaran, lack of knoweldge dan kesulitan dalam mencari mitra WASH.

Riset juga menemukan pandangan perusahaan terhadap OMS. Perusahaan melihat OMS memiliki kelemahan dalam membangun profil organisasi, transparansi dan akuntabilitas, komunikasi dan kolaborasi serta dalam pendokumentasian dan pelaporan. Namun OMS independen, memilik idealisme dan kuat dalam pemberdayaan masyarakat. Pihak OMS harus melakukan perbaikan diri yang mencakup Pola Komunikasi, Transparansi dan Akuntabilitas, Substansi Program dan Profesionalitas. Riset juga mengembangkan private sector enggament (PSE) strategy sebagai langkah untuk memulai membangun kolaborasi antara sektor bisnis dengan OMS dan rekomendasi untuk kolaborasi.

Dalam rekomendasi untuk PSE terdapat beberapa tahapan yang dimulai dari persiapan internal di organisasi. Pada tahap ini, organisasi dituntut untuk memperbaiki tata kelola organisasi dan membuat profiling organisasi yang menunjukkan keunggulan kompetitif serta melakukan identifikasi perusahaan termasuk di dalamnya aktor dan skema kerja sama. Tahap berikutnya persiapan melibatkan pihak eksternal yang dilakukan dengan memperluas jejaring dan menggalang dukungan dari pemerintah maupun asosiasi bisnis.

Setelah persiapan internal dan eksternal lakukan penjajakan kerja sama melalui diskusi Multi pihak untuk membangun komitmen dalam upaya berbagi sumber daya untuk menyelesaikan masalah bersama yang kemudian dilanjutkan dengan follow up komitmen dan jika dibutuhkan dilakukan capacity building tentang WASH kepada perusahaan yang masih minim pemahamannya tentang WASH.

Jika sudah ada peluang besar untuk berkolaborasi, pada tahap selanjutnya adalah pengembangan desain program. Poin penting dalam desain program adalah usulan berupa solusi untuk mengatasi masalah dengan menggunakan perspektif dan bahasa yang dipahami dan sesuai dengan perusahaan. Hal lain yang penting adalah program mengembangkan mekanisme pemantauan dan evaluasi dengan indikator yang jelas sebagaimana perusahaan biasa menggunakannya untuk mengukur kinerja perusahaan.

Pada tahap berikutnya adalah implementasi program. Pada bagian ini poin yang penting adalah komunikasi dan koordinasi yang baik. Organisasi harus meningkatkan profesionalitas dalam hal administrasi, pendokumentasian, pemantauan, pelaporan, publikasi serta evaluasi untuk mendapatkan pembelajaran dan perbaikan program.