Komitmen Para Pihak untuk Mewujudkan Konsumsi dan Produksi Berkelajutan

Program Green life style yang berjalan sejak awal hingga akhir 2018 telah berhasil menyusun Rencana Aksi Kolaborasi Sektor Bisnis bagi Produksi dan Konsumsi Berkelanjutan. Rencana aksi ini disusun melalui rangkaian FGD dan stakeholder dialogue. Pada 31 Januari 2019, di Mercantile Club Jakarta, diselenggarakan High Level Meeting untuk menyepakati Rencana Aksi Kolaborasi.

Dalam kegiatan ini, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan dukungan penuh atas insiatif dari sektor bisnis untuk mewujudkan SDGs ke-12. Bappenas melalui Arifin Rudiyanto, Deputi Menteri untuk Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam,  menyatakan bahwa produksi dan konsumsi berkelanjutan harus didukung oleh semua pihak. Bappenas membangun strategi untuk mengarusutamakan produksi dan konsumsi (sustainable consumption and production/SCP) berkelanjutan ke dalam agenda pembangunan nasional dan di daerah, memperkuat kemitraan—terutama bisnis—untuk menerapkan produksi yang lebih bersih, dan mempromosikan Internalisasi Pendekatan Ekonomi Sirkuler.

Rencana Aksi Kolaborasi dirumuskan dengan mengumpulkan praktik baik yang sudah dilakukan serta usulan dari para stakeholder untuk terwujudnya SCP di Indonesia. Secara umum, Rencana Aksi memberikan rumusan tentang cara pandang perusahaan dalam SCP yang mencakup dua hal; Pertama, Bisnis melihat ke hulu yang menghasilkan perspektif terkait Perolehan bahan baku berkelanjutan (sustainable sourcing). Kedua Bisnis melihat ke hilir yang menghasilkan upaya bisnis untuk menciptakan pasar baru.

Dari dua perspektif tersebut muncul empat rumusan strategi yaitu;

1). Promosi penggunaanbahan baku berkelanjutan,

2). Peningkatan kapasitas produksi berkelanjutan,

3). Edukasi dankampanye penggunaan produk berkelanjutan,

4). Advokasi kebijakan dan perbaikan standar.

Hasil dari high level meeting ini adalah adanya 13 perusahaan yang menyatakan komitmennya untuk melaksanakan SCP di internal perusahaan dan komitmen untuk menjalankan Rencana Aksi Kolaborasi. Ketiga belas perusahaan tersebut adalah: Ancol, APP Sinarmas, Cargill, Hero, L’Oreal, Mondelez, Nutrifood, Pireli (PT Evoluzione Tyres), PT ERM Indonesia, PT Kirana Megantara, RAPP, Sintesa Group, TetraPak. Pernyataan komitmen dilakukan secara simbolis dengan disaksikan oleh Kementerian PPN/Bappenas.

 

Pembuatan Video Panduan Penanganan Pasca-Panen Pala

Menyusuri Sangihe Mengumpulkan Pengalaman

Sangihe (11/01/2019) – Kepulauan Sangihe adalah salah satu gudang rempah Indonesia. Kebun pala dan cengkih warisan leluhur tumbuh subur menjadi sumber kehidupan masyarakat dan komoditas unggulan wilayah yang dulu dikenal dengan sebutan Sanger. Keberadaan gunung api Banua Wuhu di bawah laut yang berada di kawasan Sangihe adalah jawaban tentang kesuburan alam. Pala dari Kabupaten Sangihe dipercaya sebagai salah satu pala terbaik yang layak diperdagangkan di pasar dunia.

Implementasi CEA dalam Pathway 3 adalah untuk memperkuat posisi smallholders dalam rantai nilai  perdagangan, termasuk smallholders rempah. Gangguan yang terjadi dalam rantai nilai pala adalah notifikasi jamur (aflatoksin) yang terjadi sejak tahun 2011. Pencegahan munculnya jamur dapat dilakukan sejak proses pasca-panen. Maka, Penabulu sebagai salah satu mitra CEA berinisiasi membuat video panduan penanganan pasca-panen pala berdasar pengalaman kelompok tani pala organik yang tergabung dalam Asosiasi Petani Organik (APO) Komasa yang berada di Sangihe. APO Komasa telah mendapat sertifikat organik dan memenuhi standar Good Agricultural Practices (G.A.P) dan Good Handling Practices (G.H.P).

Video panduan penanganan pasca-panen pala diharapkan dapat menjadi salah satu cara meningkatkan kualitas pala dari tingkat petani. Pembuatan video panduan dilakukan dengan mendokumentasikan seluruh tahap dari pemetikan buah pala hingga pengangkutan ke pelabuhan untuk pengiriman.

“Dengan kita memperhatikan budidaya panen dan paska panen kita sudah memperkuat posisi tawar smallproducer dalam rantai nilai pala,” ujar Caecilia Afra, Spice Lobbyist Specialist.

APO Komasa memiliki sistem kontrol internal yang mengatur tentang standar pembudidayaan, pemanenan, grading biji pala, pengeringan, penyimpanan, dan pengiriman ke pembeli. Walaupun masih manual, di setiap tahapnya tercatat dengan baik dan menjadi alat bukti ketelusuran (traceability) pala yang dihasilkan. Proses keteraturan yang dilakukan 10 kelompok tani yang berada di empat kecamatan di Kabupaten Sangihe dalam payung APO Komasa tidaklah instan.

“Perlu waktu untuk membiasakan petani menjalankan sistem. Tetapi ketika sudah terbiasa, petani sudah merasakan bedanya penanganan organik yang benar dengan yang sebelumnya dilakukan, terutama di soal harga,” kata Taufig Onthoni, Sekretaris APO Komasa.

Hal baik yang sudah dilakukan APO Komasa patut menjadi pengalaman dan pembelajaran bagi petani pala lain. Peningkatan kualitas akan memperkuat posisi tawar petani dalam perdagangan, itu kita bisa mulai dari tingkat petani, mulai dari budidaya panen yaitu untuk memilih umur buah tua atau muda, kemudian penanganan pasca-panen. Caecilia Afra menegaskan bahwa perdagangan internasional sangat menuntut keamanan pangan dan traceability, sehingga harus selalu bisa dilacak kembali asal usul barang dari petani, kelompok tani, sampai gapoktan. Hal ini untuk menjamin keamanan pangan dan menghindari terjadinya aflatoksin.*(NP)